Sabar Menggalas Cabaran




BUNCIS REBUS


Lihatlah buncis dalam periuk,
betapa ia meloncat-loncat ketika dipanaskan api.
Sewaktu direbus, selalu ia timbul ke permukaan,
seraya merintih tiada henti.
Sambil mengeluh, “Mengapa kau letakkan
api di bawahku? Engkau telah membeliku,
mengapa kini engkau malah menyiksaku?”
Sang isteri memukulnya dengan penyendok. [1]


“Nah, sekarang,” katanya, “sungguh-sungguh
matanglah engkau, dan jangan meloncat lari dari
yang menyalakan api.
Tidaklah aku merebusmu karena membencimu;
sebaliknya, inilah yang akan membuatmu lazat dan harum.
Dan berkhasiat dan bercampur dengan jiwa
yang hidup, kesengsaraanmu ini bukanlah penghinaan.
Ketika masih hijau dan segar, engkau hirup air di kebun;
air yang engkau serap itu demi api ini.
Rahmat-Nya terlebih dahulu daripada murka-Nya, [2]
tujuannya agar dengan Rahmat-Nya engkau
menderita kesengsaraan.
Rahmat-Nya telah mendahului murka-Nya, agar
yang-diperdagangkan ini, yakni wujud, dapat
muncul.


Karena, tanpa kesukaran, daging dan kulit tidak
akan tumbuh; dan jika mereka itu tidak tumbuh,
apakah yang akan ditelan oleh cinta Sang Wali?
Jika, karena urutan itu, datanglah tindakan kemurkaan,
tujuannya agar engkau dapat menyerahkan
yang diperdagangkan itu.
Setelah itu, kembali Kasih Allah akan datang, sehingga
berlalulah tindakan kemurkaan; seraya berkata,
“Kini, karena engkau telah dimurnikan, engkau dapat
merentas sungai pembersihan.”
Sang isteri berkata, “Wahai buncis, engkau telah tumbuh
sepanjang musim tuaian, kini Kesakitan adalah tamumu,
hadapilah dengan tenang.
Sedemikian rupa, sehingga ketika pulang, dia
berterima kasih, dan menceritakan kemurahanmu di
hadapan Sang Raja.
Sehingga yang sudi mengunjungimu bukanlah sekedar
suatu kebaikan, melainkan Sang Penganugerah Kebaikan
sendiri; sampai semua kebaikan iri hati kepadamu.
Aku bagaikan Ibrahim, dan engkau adalah puteraku;
baringkan kepalamu di bawah pisauku, karena dalam
mimpiku kulihat aku menyembelihmu. [3]


Baringkan kepalamu di bawah kemurkaanku, dengan
hati teguh tak bergoncang, sehingga dapat kusembelih
lehermu, bagaikan Ismail.
Akan kupotong kepalamu, tetapi kepala ini adalah kepala
yang tidak mampu dipotong dan tidak akan mati. [4]
Sungguhpun demikian, berserah-dirinya engkau adalah
tujuan sebenarnya; Wahai sang Muslim, engkau harus
berjuang untuk menyerahkan dirimu.
Karena itu, wahai buncis, tabahlah engkau ketika direbus
dalam penderitaan, sehingga tidak lagi tersisa padamu
wujudmu, tidak pula dirimu.
Semula engkau tertawa di taman bumi, padahal
sebenarnya engkau adalah mawar di taman jiwa;
mawar yang indah dalam pandangan bashirah. [5]
Jika telah bercerai engkau dari taman tanah dan air,
engkau menjadi makanan bagi mulut dan telah masuk
ke dalam yang hidup.
Menjadi kekuatan dan fikiran. Dahulu engkau
mangsa; sekarang jadilah seekor singa di hutan. [6]
Awalnya engkau tumbuh dari sifat-sifat-Nya; kembalilah
dengan ringan dan laju (bagai elektron) kepada sifat-sifat-Nya.
Dirimu datang dari awan dan matahari dan langit; lalu
engkau terpencar dalam sifat-sifat dan naik menembus langit.
Dirimu datang dalam bentuk hujan dan panas;
engkau akan menuju sifat-sifat Ilahiah.
Dirimu semula bagian dari matahari dan awan dan
bintang-bintang; lalu engkau menjadi jiwa dan amal
dan ucapan dan pikiran.”
Tingkatan haiwaniah bangkit dari matinya tataran nabatiyah;
karena itu ucapan: “sembelihlah aku, wahai Wali yang
Terpercaya,” benar adanya.
Karena kemenangan menunggu setelah kematian,
ucapan “sesungguhnya pada penyembelihanku terdapat
kehidupan” itu benar.
Murninya amal dan ucapan dan ketulusan menjadi
makanan bagi malaikat, dengan dana inilah
dia naik ke langit.
Demikian pula ketika makanan ditelan Insan, ia naik dari
keadaan tak-mampu-bergerak menjadi wadah jiwa.
“Caravan jiwa tak hentinya datang dari langit, singgah
sebentar disini dan kembali lagi.
Berangkatlah dengan manis dan riang berlandaskan
pilihanmu sendiri, tanpa kepahitan dan kebencian
seorang pencuri. [7]
Kata-kataku pahit, agar kepahitanmu dicuci bersih.


Bekunya anggur dicairkan dengan air dingin, sehingga
ia tidak lagi dingin dan keras.
Saat qalb-mu telah penuh darah berwarna anggur,
dari pahitnya pensucian diri, barulah engkau
terhindar dari kepahitan.”
Sang buncis menjawab, “Jika memang begitu adanya,
dengan senang hati aku direbus, tolonglah aku
agar bersikap benar.
Yang mentah dan belum dimasak itu mestilah keras
dan tawar.
Dalam perebusan ini, engkaulah perancangnya, campurkanlah
dengan lembut.
Jika aku ini bagaikan seekor gajah, maka
jinakkan aku dan beri aku pelajaran, agar berhenti
aku dari mengangankan negeri dan taman gajah;
Sehingga aku dapat menyerahkan diri kepada perebusan
ini, dengan tujuan agar kutemukan jalan kepada
pelukan Sang Kekasih;
Karena manusia, jika dibiarkan bebas, lalu dia akan
bersikap lancang, melawan dan penuh angan-angan.”


(Sayur buncis goreng)


Catatan:

[1] “Isteri” adalah Mursyid; “Buncis” adalah murid;
sedangkan “Api” adalah disiplin diri dalam pertaubatan.


[2] “Rahmat-Ku mendahului murka-Ku.” (HR Muslim).


[3] QS [37]: 102.


[4] Yang disembelih disini adalah jiwa (nafs) dari manusia;
Karena itu, kematian demi kematian jiwa akan menaikkan jiwa dari tataran rendah ke
tataran di atasnya sampai ke ketinggian sejatinya.
Hal ini merupakan salah satu tema utama pembahasan
para Guru Sufi sepanjang zaman.


[5] Jiwa mereka yang beriman sejati tampak indah dalam pandangan bashirah.


[6] “Singa” memburu kejayaan ruhaniyah.


[7] “… datang dengan senang hati.” (QS [41]: 11).
“Pencuri,” karena mengaku bahwa dirinya adalah miliknya sendiri.


Moga anda semua tabah dalam ujian, bersedia untuk ujian yang lebih besar selepas melalui ujian kecil ini, seorang pejuang memerlukan ujian sebagai tangga pendakian!!!!



Karya Cikgu Azhar Ali,

13/07/2010 at 3:33am,

Titipan buat Ezra, Zulfaqar dan Bradokapak, 'Sabar Menggalas Cabaran'.



-------------------------------------------

Sebelum terlambat dan terlupa, kami warga kerja bk.blogspot mengucapkan SALAM TAHUN BARU MAAL HIJRAH 1432H. Kullu 'Aam Wa Antum Bi Khoir.

Di catat oleh 'bradokapak', 9 Disember 2010, 1.13 pagi.

6 comments:

  1. Replies
    1. - Vang ầm ầm...

      - Xèo xèo chi...

      Hai người gặp nhadongtam
      game mu
      cho thue phong tro
      http://nhatroso.com/
      nhac san cuc manh
      tổng đài tư vấn luật
      http://dichvu.tuvanphapluattructuyen.com/
      văn phòng luật
      tổng đài tư vấn pháp luật
      thành lập công ty
      http://we-cooking.com/
      chém gió
      trung tâm ngoại ngữu, truyền ra một cỗ thanh âm kỳ quái. Mấy trăm cái ma trảo do Âm Ma biến thành khủng bố âm linh đánh ra, tiếp theo "Xèo xèo" truyền đến, mấy trăm cái hỏa hoa sen, cũng đồng dạng "Vang ầm ầm" vang trung lên.

      Mỗi khi một cái hỏa hoa sen nứt toác, thân hình Hỗn Thế Ma Vương liền không tự chủ được lui ra phía sau mấy thước, thẳng đến thời điểm Hỗn Thế Ma Vương lui cách vài trăm thước, thân hình mới ổn định lại.

      Dưới một kích, chân nguyên Hỗn Thế Ma Vương đã hao tổn thật lớn, hỏa hoa sen thuần túy từ ma khí pháp nguyên chuyển hóa mà thành, lúc này Thần Nông đỉnh Hỗn Thế Ma Vương đã không có tam vị chân hỏa, cho nên hắn phải trực tiếp dùng ma khí tiêu hao chính mình, điều này đối với hắn mà nói cũng cực kỳ bất lợi.

      Hiện tại thân hình vừa vững, cảm giác được pháp lực chính mình hao tổn thật lớn, Hỗn Thế Ma

      Delete
  2. salam cikgu azhar ali & brado kapak...

    hhmmm....dari masak kacang buncis tumis pun boleh juga terbit analogi proses pembersihan hati yg sememangnya rumit dan komplek....
    terima kasih krn berkongsi karya buncis rebus yg indah.

    ReplyDelete
  3. salam

    kurang kan minyak....elok dimakan sebagai ulam,sbb khasiat masih elok berbanding setelah dimasak.

    ReplyDelete
  4. rahsia berlapis rahsia,
    rahsia mengupas rahsia,
    rahsia mencari rahsia....
    yang ditemu.....fana'
    yang wujud hanyalah dia.

    ReplyDelete